Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS)

11 12 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1969
TENTANG
PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa perlu menetapkan peraturan tentang pemberian pensiun pegawai
dan pensiun-janda/duda sebagai jaminan hari tua dan penghargaan atas
jasa-jasa dalam dinas Pemerintah kepada pegawai negeri, yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pokok Kepegawaian
No. 18 tahun 1961 (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 263).
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 Undang-undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang No. 18 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961
No. 263);
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
M E M U T U S K A N :
Dengan mencabut Undang-undang No 20 Tahun 1952 (Lembaran-
Negara tahun 1952 No. 74) dan membatalkan segala peraturan yang
bertentangan dengan Undang-undang ini;
2
Menetapkan : Undang-undang tentang Pensiun pegawai dan pensiun Janda/Duda
Pegawai.
Pasal 1
Tentang sifat pensiun.
Pensiun pegawai dan pensiun janda/duda menurut Undang-undang
ini diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas
jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas
Pemerintah.
Pasal 2
Tentang pembiayaan pensiun.
Pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan tunjangan-tunjangan serta
bantuan-bantuan di atas pensiun yang dapat diberikan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini :
a. Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang terakhir sebelum
berhenti sebagai pegawai negeri atau meninggal dunia, berhak
menerima gaji atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu Dana
Pensiun yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah; dibiayai
sepenuhnya oleh Negara, sedangkan pengeluaran-pengeluaran
untuk pembiayaan itu dibebankan atas anggaran termaksud;
3
b. Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang tidak termasuk huruf
a di atas ini, dibiayai oleh suatu dana pensiun yang dibentuk dengan
dan penyelenggaraannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 3
Arti beberapa istilah.
Yang dimaksudkan dengan :
a. Pegawai negeri, ialah pegawai negeri menurut ketentuan pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Pokok Kepegawaian No. 18 tahun 1961
(Lembaran Negara tahun 1961 No. 263), kecuali Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia;
b. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari pegawai negeri atau
penerima pensiun pegawai yang meninggal dunia;
c. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari pegawai negeri
wanita atau penerima pensiun pegawai wanita, yang meninggal dunia
dan tidak mempunyai isteri lain;
d. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak yang
disahkan menurut Undang-undang Negara dari pegawai negeri,
penerima pensiun, atau penerima pensiun janda/duda;
e. Orang tua, ialah ayah kandung dan/atau ibu kandung pegawai negeri.
Pasal 4
4
Yang dimaksud dengan tewas, ialah :
a. Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
b. Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan
dinasnya sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia
dalam dan/atau karena menjalankan kewajibannya;
c. Meninggal dunia yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun
cacat rohani atau jasmani yang didapat dalam hal-hal tersebut pada
huruf a dan b di atas;
d. Meninggal dunia karena perbuatan anasir-anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat dari tindakan terhadap
anasir-anasir itu.
Pasal 5
Tentang dasar pensiun.
Dasar pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya pensiun,
ialah gaji pokok (termasuk gaji pokok tambahan dan/atau gaji pokok
tambahan peralihan) terakhir sebulan yang berhak diterima oleh pegawai
yang berkepentingan berdasarkan peraturan gaji yang berlaku baginya.
Pasal 6
Tentang masa kerja.
5
(1) Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya
pensiun untuk selanjutnya disebut masa kerja untuk pensiun ialah :
a. Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri;
b. Waktu bekerja sebagai anggota A.B.R.I;
c. Waktu bekerja sebagai tenaga bulanan/harian dengan menerima
penghasilan dari Anggaran Negara atau Anggaran Perusahan
Negara, Bank Negara;
d. Masa selama menjalankan kewajiban berbakti sebagai pelajar dalam
Pemerintah Republik Indonesia pada masa perjuangan phisik;
e. Masa berjuang sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan;
f. Masa berjuang sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan;
g. Waktu bekerja sebagai pegawai pada sekolah partikelir bersubsidi.
(2) Waktu bekerja sebagai pegawai negeri pada Pemerintah Republik
Indonesia dahulu yang dialami antara tanggal 17 Agustus 1945 dan 1
Januari 1950, dan masa termaksud huruf d dan f ayat (1) pasal ini,
dihitung 2 (dua) kali sebagai masa kerja untuk pensiun.
(3) Waktu menjalankan suatu kewajiban Negara dalam kedudukan
lain dari pada sebagai pegawai negeri, dihitung penuh apabila yang bersangkutan
pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai negeri telah
bekerja sebagai Pegawai Negeri sekurang-kurangnya selama 5 (lima)
tahun.
(4) Waktu bekerja dalam kedudukan lain dari pada yang disebut
pada ayat (1) dan (3) pasal ini dalam hal-hal tertentu dapat dihitung
untuk sebagian atau penuh sebagai masa kerja untuk pensiun.
6
Ketentuan-ketentuan mengenai hal ini diatur dengan Peraturan
Pemerintah .
(5) Dalam perhitungan masa kerja, maka pecahan bulan dibulatkan
keatas menjadi sebulan penuh.
Pasal 7
Yang berhak memberi pensiun.
(1) Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian
pensiun janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan
pegawai yang bersangkutan, dibawah pengawasan dan koordinsi Kepala
Kantor Urusan Pegawai.
(2) Selama pejabat yang berhak memberhentikan pegawai yang
bersangkutan belum dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ayat (1)
tersebut di atas, tugas ini dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai.
Pasal 8
Tunjangan keluarga, Tunjangan kemahalan dan lain-lain tunjangan
7
Diatas pensiun-pegawai, pensiun janda/duda atau bagian pensiunjanda
diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan dan tunjangantunjangan
umum atau bantuan-bantuan umum lainnya menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Pasal 9
Hak atas pensiun pegawai.
(1) Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai
negeri berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya
sebagai pegawai negeri :
a. telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan
mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) tahun.
b. Oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri,
dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga
karena keadaan jasmani atau rohani yang disebabkan oleh dan
karena ia menjalankan kewajiban jabatannya atau
c. Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan
oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri,
dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga
karena keadaan jasmani atau rohani, yang tidak disebabkan oleh dan
karena ia menjalankan kewajiban jabatannya.
8
(2) Pegawai negeri yang diberhentikan atau dibebaskan dari
pekerjaannya karena penghapusan jabatan, perubahan dalam susunan
pegawai, penertiban aparatur negara atau karena alasan-alasan dinas
lainnya dan kemudian tidak dipekerjakan kembali sebagai pegawai
negeri, berhak menerima pensiun pegawai apabila ia diberhentikan
dengan hormat sebagai pegawai negeri dan pada saat
pemberhentiannya sebagai pegawai negeri itu telah berusia sekurangkurangnya
50 (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja untuk pensiun
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
(3) Pegawai Negeri yang setelah menjalankan suatu tugas Negara
tidak dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima
pensiun-pegawai apabila ia diberhentikan dengan hormat sebagai
pegawai negeri dan pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai
negeri ia telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun
dan memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun.
(4) Apabila pegawai negeri yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) pasal ini pada saat ia diberhentikan sebagai pegawai negeri telah
memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun akan tetapi pada saat itu belum mencapai usia 50 (luma puluh)
tahun, maka pemberian pensiun kepadanya ditetapkan pada saat ia
mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
Pasal 10
Tentang usia pegawai negeri.
9
Usia pegawai negeri untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan
atas dasar tanggal kelahiran yang disebut pada pengangkatan pertama
sebagai pegawai negeri menurut bukti-bukti yang sah. Apabila megenai
tanggal kelahiran itu tidak terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal
kelahiran atas umur pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari
pegawai yang bersangkutan pada pengangkatan pertama itu, dengan
ketentuan bahwa tanggal kelahiran atau umur termaksud kemudian tidak
dapat diubah lagi untuk keperluan penentuan hak atas pensiun pegawai.
Pasal 11
Besarnya pensiun pegawai.
(1) Besarnya pensiun pegawai sebulan adalah 2 ½ % (dua setengah
perseratus) dari dasar pensiun untuk tiap-tiap tahun masa kerja, dengan
ketentuan bahwa :
a. pensiun pegawai sebulan adalah sebanyak-banyaknya 75 % (tujuh
puluh lima perseratus) dan sekurang-kurangnya 40 % (empat puluh
perseratus) dari dasar pensiun;
b. pensiun pegawai sebulan dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat
(1) huruf b Undang-undang ini adalah sebesar 75 % (tujuh puluh lima
perseratus) dari dasar pensiun;
c. pensiun pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat yang
berlaku bagi pegawai negeri yang bersangkutan.
10
(2) Pensiun pegawai tersebut pada ayat (1) huruf b pasal ini
dipertinggi dengan suatu jumlah tertentu dalam hal pegawai negeri yang
bersangkutan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun
juga karena cacad jasmani dan/atau rohani yang terjadi didalam dan/atau
oleh karena ia menjalankan kewajiban jabatannya . Ketentuan-ketentuan
tentang pemberian tambahan atas pensiun pegawai ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Permintaan pensiun pegawai.
Untuk memperoleh pensiun pegawai menurut Undang-undang ini,
pegawai negeri yang bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada
Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan disertai :
a. Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia sebagai
pegawai negeri;
b. Daftar riwayat pekerjaan yang disusun/disahkan oleh pejabat/Badan
Negara yang berwenang untuk memberhentikan pegawai negeri yang
bersangkutan;
c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (isteri-isteri)/suami dan
anak-anaknya;
d. Surat keterangan dari pegawai negeri yang berkepentingan yang
menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang asli maupun
turunan atau kutipan, dan barang-barang lainnya milik negara yang
ada padanya, telah diserahkan kembali kepada yang berwajib.
11
Pasal 13
Mulainya pemberian pensiun pegawai.
(1) Pensiun pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan
berikutnya pegawai negeri yang bersangkutan diberhentikan sebagai
pegawai negeri.
(2) Dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat (4) Undang-undang ini,
pensiun pegawai diberikan mulai bulan berikutnya bekas pegawai negeri
yang bersangkutan mencapai usia 50 tahun.
Pasal 14
Berakhirnya hak pensiun pegawai.
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima
pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Pasal 15
Pembatalan pemberian pensiun pegawai.
(1) Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan
tentang pemberian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima
12
pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat
kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah
diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang ini atau
peraturan yang sesuai dengan Undang-undang ini.
(2) Jika pegawai negeri termaksud pada ayat (1) pasal ini kemudian
diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya diberikan lagi
pensiun pegawai termaksud ayat (1) pasal ini atau pensiun berdasarkan
peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan terakhir itu, yang
ditetapkan dengan mengingat jumlah masa kerja dan gaji yang lama dan
baru, apabila perhitungan ini lebih menguntungkan.
Pasal 16
Hak atas pensiun janda/duda.
(1) Apabila pegawai negeri atau penerima pensiun pegawai
meninggal dunia, maka isteri (isteri-isteri)nya untuk pegawai negeri pria
atau suaminya untuk pegawai negeri wanita, yang sebelumnya telah
terdaftar pada Kantor Urusan Pegawai, berhak menerima pensiun janda
atau pensiun duda.
(2) Apabila pegawai negeri atau penerima pensiun pegawai yang
beristeri/bersuami meninggal dunia sedangkan tidak ada isteri/suami
yang terdaftar sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda, maka
dengan menyimpang dari ketentuan pada ayat (1) pasal ini, pensiun
janda/duda diberikan kepada isteri/suami yang ada pada waktu ia
meninggal dunia. Dalam hal pegawai negeri atau penerima pensiun
13
pegawai pria termaksud diatas beristeri lebih dari seorang, maka pensiun
janda diberikan kepada isteri yang ada waktu itu paling lama dan tidak
terputus-putus dinikahnya.
Pasal 17
Besarnya pensiun janda/duda
(1) Besarnya pensiun janda/duda sebulan adalah 36 % (tiga puluh
enam perseratus) dari dasar pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila
terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak menerima pensiun janda,
maka besarnya bagian pensiun janda untuk masing-masing isteri, adalah
36% (tiga puluh enam perseratus) dibagi rata antara isteri-isteri itu.
(2) Jumlah 36 % (tiga puluh enam perseratus) dari dasar pensiun
termaksud ayat (1) pasal ini tidak boleh kurang dari 75 % (tujuh puluh
lima perseratus) dari gaji pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah
tentang gaji dan pangkat pegawai negeri yang berlaku bagi almarhum
suami/isterinya.
(3) Apabila pegawai negeri tewas, maka besarnya pensiun
janda/duda adalah 72 % (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun,
dengan ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang
berhak menerima pensiun janda maka besarnya bagian pensiun janda
untuk masing-masing isteri adalah 72 % (tujuh puluh dua perseratus)
dibagi rata antara isteri-isteri itu.
14
(4) Jumlah 72 % (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun
termaksud ayat (3) pasal ini tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat pegawai negeri
yang berlaku bagi almarhum suami/isterinya.
Pasal 18
(1) Apabila pegawai negeri atau penerima pensiun pegawai
meninggal dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang
berhak untuk menerima pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda
termaksud pasal 17 Undang-undang ini maka :
a. pensiun janda diberikan kepada anak/anak-anaknya, apabila hanya
terdapat satu golongan anak yang seayah-seibu.
b. satu bagian pensiun janda diberikan kepada masing-masing
golongan anak yang seayah-seibu.
c. pensiun-duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).
(2) Apabila pegawai negeri pria atau penerimaan pensiun pegawai
pria meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri (isteri-isteri) yang
berhak menerima pensiun janda/ bagian pensiun janda disamping anak
(anak-anak) dari isteri (isteri-isteri) yang telah meninggal dunia atau telah
cerai, maka bagian pensiun janda diberikan kepada masing-masing isteri
dan golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.
(3) Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan
sebagai pegawai negeri dan kedua-duanya meninggal dunia, diberikan
15
satu pensiun janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-duda atas dasar
yang lebih menguntungkan.
(4) Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau
bagian pensiun janda menurut ketentuan-ketentuan ayat (1) atau ayat (2)
pasal ini, ialah anak (anak-anak) yang pada waktu pegawai atau
penerima pensiun-pegawai meninggal dunia :
a. belum mencapai usia 25 tahun atau
b. tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau
c. belum nikah atau belum pernah nikah.
Pasal 19
Pendaftaran isteri/suami/anak sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda.
(1) Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/suami/anak (anak-anak) sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud dalam
pasal 16 dan pasal 18 Undang-undang ini harus dilakukan oleh pegawai
negeri atau penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan menurut
petunjuk-petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
(2) Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak
menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-tiap isteri
yang didaftarkan.
16
(3) Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah
terdaftar terputus, maka terhitung mulai hari perceraian berlaku sah
isteri/suami itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang berhak
menerima pensiun-janda/duda.
(4) Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda seperti
termaksud pasal 18 Undang-undang ini ialah :
a. Anak-anak pegawai atau penerima pensiun-pegawai dari perkawinannya
dengan isteri (isteri-isteri)/suami yang didaftar sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda/duda.
b. Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita.
(5) Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali anakanak
yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak yang dilahirkan
selambat-lambatnya 300 hari sesudah perkawinan itu terputus.
(6) Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang
berhak menerima pensiun-janda harus dilakukan dalam waktu 1 (satu)
tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat terjadinya
kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.
Pendafataran isteri/suami/anak yang diajukan sudah lampau batas
waktu tersebut tidak diterima lagi.
Pasal 20
17
(1) Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami
ataupun anak, maka 20 % (dua puluh perseratus) dari pensiunjanda/
duda termaksud pasal 17 ayat (3) Undang-undang ini diberikan
kepada orang tuanya.
(2) Jika kedua orang tua telah bercerai, maka kepada mereka
masing-masing diberikan separoh dari jumlah termaksud pada ayat (1)
pasal ini.
Pasal 21
Permintaan pensiun janda/duda.
Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun menurut
Undang-undang ini janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan
surat permintaan kepada Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan
disertai :
a. Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh yang
berwajib;
b. Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib;
c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang
berkepentingan;
d. Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir pegawai
yang meninggal dunia.
18
Pasal 22
(1) Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
kepada anak (anak-anak) termaksud pasal 18 Undang-undang ini, dilakukan
atas permintaan dari atau atas nama anak (anak-anak) yang
berhak menerimanya.
(2) Permintaan termaksud ayat (1) pasal ini harus disertai :
a. Surat keterangan kematian atau salinan nya yang disahkan oleh yang
berwajib;
b. Salinan surat kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan
keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang
berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari mereka
yang berkepentingan;
c. Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa anak
(anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai penghasilan
sendiri;
d. Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji pokok terakhir
pegawai atau penerima pensiun-pegawai yang meninggal dunia.
Pasal 23
(1) Kepala Kantor dimana pegawai negeri yang meninggal dunia
terakhir bekerja, berkewajiban untuk membantu agar pengiriman surat19
surat permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud dalam pasal
21 dan pasal 22 ayat (2) terlaksana selekas mungkin .
(2) Isteri/suami atau anak (anak-anak) dari penerima pensiun
pegawai atau penerima pensiun-janda/duda yang meninggal dunia dapat
mengajukan surat permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud
dalam pasal 21 dan pasal 22 ayat (2) langsung kepada Kepala Kantor
Urusan Pegawai, dengan disertai salinan dari surat keputusan tentang
pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda kepada penerima
pensiun yang bersangkutan.
Pasal 24
Mulainya pemberian pensiun-janda/duda.
Pensiun-janda/atau bagian pensiun-janda menurut Undang-undang
ini diberikan mulai bulan berikutnya pegawai negeri atau penerima
pensiun-pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan
berikutnya hak atas pensiun-janda/ bagian pensiun-janda itu di dapat oleh
yang bersangkutan. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas waktu 300
hari setelah pegawai negeri atau penerima pensiun pegawai meninggal
dunia, pensiun-janda/bagian pensiun-janda diberikan mulai bulan
berikutnya tanggal kelahiran anak itu.
Pasal 25
Berakhirnya hak pensiun-janda/duda.
20
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda berakhir
pada akhir bulan :
a. Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia;
b. Tidak lagi terdapat anak yang memenuhi syarat-syarat untuk
menerimanya.
Pasal 26
Pembayaran uang muka atas pensiun- pegawai atau pensiun-janda.
Jikalau syarat-syarat yang disebut dalam pasal 12, pasal 21 atau
pasal 22 Undang-undang ini belum dipenuhi atau jika karena sesuatu hal
penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau
bagian pensiunjanda belum dapat dilaksanakan maka kepada bekas
pegawai negeri atau janda (janda-janda)/duda atau anak (anak-anak)
yang berkepetingan oleh pejabat yang berhak memberhentikan pegawai
yang bersangkutan dapat diberikan untuk sementara uang muka atas
pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau bagian pensiun janda
menurut petunjuk dari Kepala Kantor Urusan Pegawai.
Pasal 27
Penetapan kembali pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda.
21
A pabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun
janda/duda atau bagian pensiun janda dikemudian hari ternyata keliru,
maka penetapan tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan surat
keputusan baru yang memuat alasan perubahan itu, akan tetapi
kelebihan pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau bagian
pensiun-janda yang mungkin telah dibayarkan, tidak dipungut kembali.
Pasal 28
Pembatalan pensiun-janda/duda
(1) Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan
kepada janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika
janda/duda yang bersangkutan nikah lagi, terhitung dari bulan berikutnya
perkawinan itu dilangsungkan.
(2) Apabila kemudian khusus dalam hal janda (janda-janda) perkawinan
termaksud pada ayat (1) pasal ini terputus, maka terhitung dari
bulan berikutnya kepada janda yang bersangkutan diberikan lagi pensiunjanda
atau bagian pensiun-janda yang telah dibatalkan, atau jika lebih
menguntungkan, kepadanya diberikan pensiun-janda yang menurut
Undang-undang ini dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.
Pasal 29
Hapusnya pensiun-pegawai/pensiun-janda/duda.
22
(1) Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda
hapus :
a. Jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi
anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing.
b. Jika penerima pensiun-pegawai/pensiun janda/duda/bagian pensiun
janda menurut keputusan pejabat/badan negara yang berwenang
dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu
gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap Negara dan
Haluan Negara yang berdasarkan Pancasila.
c. Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai
bahan untuk penetapan pemberian pensiun-pegawai/pensiun janda/
duda/bagian pensiun-janda, tidak benar dan bekas pegawai negeri
atau janda/duda/anak yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak
diberikan pensiun.
(2) Dalam hal-hal tersebut pada ayat (1) huruf a dan b pasal ini,
maka surat keputusan pemberian pensiun dibatalkan, sedang dalam halhal
tersebut huruf c, ayat itu surat keputusan termaksud dicabut.
Pasal 30
Jaminan untuk pinjaman.
23
Surat keputusan tentang pemberian pensiun menurut Undangundang
ini dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk memperoleh
pinjaman dari salah satu bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pasal 31
Pemindahan hak pensiun-pensiun.
(1) Hak atas pensiun-pensiun menurut Undang-undang ini tidak
boleh dipindahkan.
(2) Penerima pensiun tersebut tidak boleh menggadaikan atau
dengan maksud itu secara lain menguasakan haknya kepada siapapun
juga.
(3) Semua perjanjian yang bertentangan dengan yang dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dianggap tidak mempunyai kekuatan
hukum.
Pasal 32
Hal-hal luar biasa dan peraturan pelaksanaan.
24
(1) Hal-hal luar biasa yang tidak/belum diatur dalam Undang-undang
ini, diputus oleh presiden.
(2) Hal-hal yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini diatur oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai menurut
petunjuk-petunjuk Menteri Keuangan.
Pasal 33
Peraturan Peralihan.
(1) Isteri (isteri-isteri) dan anak (anak-anak) yang telah didaftarkan
sebagai yang berhak menerima pensiun-janda atau tunjangan anak
yatim/piatu berdasarkan peraturan yang berlaku sebelum Undangundang
ini, dianggap telah didaftarkan sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda menurut peraturan ini.
(2) Anak-anak pegawai negeri atau penerima pensiun-pegawai yang
dilahirkan sebelum waktu Undang-undang ini mulai berlaku terhadapnya
dari perkawinan dengan isteri/suami yang pada waktu itu telah meninggal
dunia atau telah bercerai, dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut
Undang-undang ini.
Pasal 34
25
(1) Pensiun-pegawai pensiun janda/duda, bagian pensiun-janda dan
tunjangan anak yatim/piatu yang penetapannya didasarkan atas
peraturan-peraturan yang berlaku sebelum tanggal mulai berlakunya
Undang-undang ini, dinaikkan besarnya menjadi 150 % (seratus lima
puluh perseratus) dari jumlah yang ditetapkan berdasarkan peraturanperaturan
lama itu, terhitung mulai tanggal mulai berlakunya Undangundang
ini, dengan ketentuan bahwa :
Pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun bagi bekas pegawai dan
janda setelah dinaikkan tidak boleh kurang dari berturut-turut 100% dan
75% dari gaji pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji
dan pangkat pegawai negeri yang berlaku.
(2) Jumlah yang dinaikkan itu ditetapkan dalam rupiah bulat,
pecahan rupiah dibulatkan keatas menjadi rupiah penuh.
(3) Pelaksanaan kenaikan pensiun dan tunjangan yang bersifat
pensiun itu diselenggarakan oleh kantor-kantor pembayaran yang
bersangkutan menurut petunjuk-petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
Pasal 35
Ketentuan penutup
26
Undang-undang ini disebut Undang-undang pensiun-pegawai dan
pensiun-janda/duda pegawai dan mulai berlaku pada hari diundangkan
serta berlaku surut mulai tanggal 1 Nopember 1966.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Agustus 1969.
Presiden Republik Indonesia
SOEHARTO
JENDERAL T.N.I
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Agustus 1969
Sekretaris Negara
Republik Indonesia
ALAMSYAH
Mayor Jenderal
PENJELASAN
27
ATAS
UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1969
TENTANG
PENSIUN-PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA
PEGAWAI
PENJELASAN UMUM :
1. Undang-undang ini diadakan sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 19
Undang-undang Pokok Kepegawaian yang menentukan bahwa jaminan hari tua
pegawai negeri, yang antara lain berupa pensiun bagi pegawai sendiri dan pensiun
janda/duda, harus diatur dengan Undang-undang dengan mengingat keadaan
penghidupan masyarakat Indonesia.
2. Karena itu maka dalam Undang-undang ini diatur hal-hal mengenai pensiun pegawai,
pensiun janda dan pensiun istimewa untuk janda pegawai yang tewas, yang
sebelumnya berturut-turut diatur dalam Undang-undang No. 20 tahun 1952,
Peraturan Pemerintah No.19 tahun 1952 dan Peraturan Pemerintah No.51 tahun
1954 dan yang kesemuanya itu menjadi batal mulai berlakunya dan diganti dengan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
Dalam pada itu dalam Undang-undang ini telah diadakan pula pengaturan tentang
pemberian pensiun duda, yang diperintahkan oleh pasal 19 Undang-undang Pokok
Kepegawaian, agar tidak ada diskriminasi antara hak pegawai pria maupun pegawai
wanita.
28
3. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pokok Kepegawaian, maka
peraturan pensiun yang baru ini mempunyai sifat pokok : pensiun diberikan sebagai
jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai selama bekerja
bertahun-tahun dalam dinas Pemerintah.
4. Kedua sifat dari pensiun itu telah menemukan penjatuannya dalam pasal 19 Undangundang
ini, yang menentukan 3 syarat pokok untuk memperoleh hak pensiun
pegawai, yaitu :
1. telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun
2. memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun dan,
3. telah diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri.
5. Sebagai lazimnya menurut peraturan-peraturan pensiun yang berlaku sebelumnya,
maka juga Undang-undang ini diadakan perkecualian dari syarat usia dan masa kerja
termaksud diatas ini, yaitu dalam hal-hal luar biasa yang diatur dalam ayat (1) huruf
b dan c, ayat (2), dan ayat (3) dari pasal 9
6. Bahwa untuk memperoleh hak atas jaminan hari tua, pegawai yang bersangkutan
antara lain harus memenuhi syarat diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai
negeri adalah perlu berhubung dengan sifatnya pensiun sebagai penghargaan atas
jasa-jasa dan penting untuk membina dan memelihara kesetiaan pegawai terhadap
Negara dan haluan Negara yang berdasarkan Pancasila.
7. Selanjutnya, maka tidaklah pada tempatnya untuk memberikan pensiun kepada
pegawai yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri.
29
Peraturan Pensiun Pegawai Negeri, sekalipun hanya mengatur pemberian
penghasilan kepada bekas pegawai setelah ia diberhentikan sebagai pegawai negeri,
tidak dapat dilepaskan dari pada hubungannya dengan tujuan utama dari pada
Undang-undang Pokok Kepegawaian untuk menyusun dan memelihara Aparatur
Negara yang berjasa-guna sebagai alat revolusi Nasional dan organisasi harus terisi
dengan korps pegawai negeri yang memenuhi syarat-syarat kepegawaian sebagai
ditentukan dalam Undang-undang itu i.c. syarat kepribadian dan kesetiaan terhadap
Negara dan haluan Negara yang berdasarkan Panca Sila.
Maka dari itu Peraturan Pensiun Pegawai Negeri R.I. sebagaimana dikehendaki
menurut Undang-undang Pokok Kepegawaian No.18 tahun 1961, selain menjamin
pemberian penghasilan atas beban keuangan Negara bagi bekas pegawai dan
keluarganya untuk masa hari tua, harus pula mencerminkan penghargaan atas jasajasa
itu dengan sendirinya terbatas pada para pegawai yang memenuhi syarat-syarat
kepegawaian sebagai disebut diatas, dan tidak dibertikan kepada mereka yang
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri karena telah melakukan
perbuatan/tindakan yang tercela dan bertentangan dengan kepentingan dinas
dan/atau Negara.
8. Jika ketentuan-ketentuan tentang hak dan besarnya pensiun pegawai, pensiun-janda
dan tunjangan anak-yatim/piatu dalam peraturan-peraturan pensiun lama sangat
dipengaruhi oleh cara pembiayaan pensiun oleh suatu dana pensiun dengan pelbagai
iuran-iurannya, maka dalam undang-undang ini hak dan besarnya pensiun-pensiun
itu dapat diatur lebih sederhana dan dengan mengutamakan proses pelaksanaan
yang mudah dan cepat tanpa mengurangi penelitian bahwa pemberian dan
pembayaran pensiun dilakukan kepada mereka yang benar-benar berhak
menerimanya.
30
9. Akhirnya, apabila dibanding dengan peraturan-peraturan yang lama, maka
berhubung dengan sifat-sifatnya dalam peraturan pensiun baru ini terdapat
perubahan-perubahan penting sebagai disebut dibawah ini :
a. Berbeda dengan peraturan lama ( Undang-undang No.20 tahun 1952, yang
tidak memuat ketentuan tentang batas umur minimum untuk penentuan hak
atas pensiun), didalam peraturan baru berhubung dengan sifatnya sebagai
jaminan hari tua ditetapkan batas usia minimum yang harus telah dicapai oleh
pegawai untuk mendapat hak atas pensiun, yaitu umur sekurang-kurangnya 50
tahun.
b. Kemudian, karena pemberian pensiun dimaksudkan juga sebagai penghargaan
atas jasa-jasa pegawai selama bekerja bertahun-tahun dalam dinas Pemerintah,
maka ditentukan pula jumlah minimum masa-kerja yang wajar sebagai syarat
untuk dapat diberikan pensiun, yaitu sekurang-kurangnya 20 tahun.
Jika pegawai diluar kemauannya sendiri harus diberhentikan sebagai pegawai
negeri karena menjadi tenaga kelebihaan atau karena penertiban aparatur
Negara, untuk dapat diberikan pensiun pegawai yang bersangkutan harus
memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun.
c. Selanjutnya, apabila menurut peraturan lama predikat pemberhentian sebagai
pegawai negeri tidak menentukan dalam penetapan hak atas pensiun, maka
dalam peraturan baru ini ditentukan pula sebagai syarat untuk dapat diberikan
pensiun, bahwa pemberhentian pegawai yang bersangkutan sebagai pegawai
negeri harus ada dilakukan dengan hormat.
d. Besarnya pensiun pegawai sebulan telah dipertinggi agar pegawai, apabila
diberikan pensiun, tidak mengalami kemunduran penghasilan yang terlampau
besar. Jumlah pensiun pegawai tertinggi sebulan dinaikkan dari 50% menjadi
31
75% dari dasar pensiun, dan pensiun pegawai terendah sebulan dinaikkan dari
25% menjadi 40%. Besarnya pensiun janda sebulan dinaikkan dari 20% menjadi
36% dari dasar pensiun. Selanjutnya, untuk menjamin kehidupan yang cukup
layak sebagai penerima pensiun, telah diadakan pula ketentuan bahwa
besarnya pensiun pegawai dan pensiun janda sebulan berturut-turut adalah
sekurang-kurangnya sama besar dengan dan 75% dari gaji pokok terendah
menurut peraturan gaji pegawai negeri yang berlaku. Dengan demikian, maka
sistem penggajian pegawai negeri atau dasar prinsip “Kebutuhan Fisik
Minimum” (K.F.M) diperhatikan juga untuk pensiun.
e. Akhirnya ketentuan-ketentuan tentang pemberian pensiun kepada anak (anakanak)
yatim/piatu telah disederhanakan. Apabila pegawai yang tidak
beristeri.bersuami atau janda/duda meninggal dunia dan meninggalkan anak
(anak-anak) yang berhak diberikan pensiun, maka kepada anak (anak-anak) itu
diberikan terus jumlah pensiun janda/duda yang diterima oleh ibu/ayahnya.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL :
Pasal 1
Sifat pensiun ini adalah sesuai dengan yang dimaksud dalam Undang-undang Pokok
Kepegawaian.
Pasal 2
32
a. Sejak keluarnya Undang-undang No. 11 tahun 1956 ( Lembaran Negara tahun 1956
No.23), maka pensiun pegawai negeri telah dibiayai oleh Negara dan dibebankan
atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan iuran-iuran pensiun
telah ditanggung pula oleh Pemerintah sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No.
29 tahun 1954 ( Lembaran Negara tahun 1954 No. 77).
b. Pegawai negeri yang gajinya tidak menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara adalah umpaamanya pegawai Perusahaan Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang No. 19 tahun 1960)
Pasal 3
Golongan-golongan pegawai yang termasuk dalam arti pegawai negeri menurut pasal
ini adalah :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat;
b. Pegawai Daerah Otonom;
c. Pegawai Perusahaan/Bank Negara.
Yang memiliki ketiga unsur kepegawaian termaksud dalam pasal 1 Undang-undang Pokok
Kepegawaian.
Pasal 4
33
Cukup jelas
Pasal 5
Dengan gaji terakhir yang berhak diterima”, dimaksudkan juga menurut pangkat
anumerta.
Pasal 6
Ayat (1) Huruf a sampai dengan c, e dan f : Cukup jelas.
Huruf d : Yang dimaksud ialah masa berbakti sebagai pelajar menurut
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1949, tentang Penghargaan
Pemerintah terhadap pelajar yang telah berbakti untuk Negara;
Huruf g : Pegawai-pegawai dari sekolah-sekolah swasta bersubsidi tersebut
pada ayat (1) huruf g, hingga sekarang masih diberi pensiun
menurut peraturan lama (Pensioenreglement voor Bijzondere
Leerkrachten) yang juga dibiayai oleh Pemerintah sambil
menunggu peninjauan Pensioenreglement voor Bijzondere
Leerkrachten.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Peraturam Pemerintah yang kini berlaku ialah Peraturan Pemerintah No. 20 tahun
1960 ( Lembaran Negara tahun 1960 No. 49) tentang masa kerja yang dihitung untuk
pensiun.
Ayat (5) Cukup jelas
34
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan ,,tunjangan umum dan bantuan umum “ ialah tunjangan atau
bantuan yang pemberiannya tidak tergantung dari jabatan/pekerjaan pegawai negeri,
melainkan diberikan dalam rangka kesejahteraan c.q. jaminan sosial pegawai negeri.
Pasal 9
Ayat (1). Berhubung dengan sifatnya sebagai jaminan hari tua, ditetapkan batas usia
minimum yang harus telah dicapai oleh pegawai untuk mendapat hak atas pensiun, yaitu
umur sekurang-kurangnya 50 tahun.
Dari syarat tentang batas usia minimum tersebut dikecualikan pegawai yang harus
diberhentikan sebagai pegawai negeri karena keadaan jasmani dan atau rohani.
Selanjutnya, sesuai dengan tujuan dari Undang-undang Pokok Kepegawaian Nomor 18
tahun 1961 untuk menempatkan pegawai-pegawai pada badan-badan Pemerintah yang
memenuhi syarat kepribadian dan kesetiaan, maka ditentukan pula sebagai syarat untuk
mendapat hak atas pensiun bahwa pegawai yang bersangkutan diberhentikan sebagai
pegawai negeri dengan sebutan ,,dengan hormat”.
35
Karena pemberian pensiun dimaksudkan juga sebagai penghargaan atas jasa-jasa
pegawai dalam dinas Pemerintah, maka ditentukan pula minimum masa kerja yang wajar
sebagai syarat untuk dapat diberikan pensiun, yaitu sekurang-kurangnya 20 tahun.
Berhubung dengan ketentuan pada pasal 35 Undang-undang ini, bahwa Undangundang
ini berlaku surut mulai tanggal 1 Nopember 1966, perlu dijelaskan, bahwa pegawai
yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri setelah 1 Nopember
1966, tidak berhak akan pensiun menurut Undang-undang ini.
Ayat (2). Jika pegawai diluar kemauannya sendiri diberhentikan sebagai pegawai
negeri karena menjadi tenaga kelebihan atau karena penertiban aparatur aparatur Negara
dan sebagainya, maka untuk dapat diberikan pensiun pegawai yang bersangkutan harus
memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 10 tahun.
Ayat (3) . Bagi pegawai negeri yang pernah menjalankan tugas Negara, yaitu
kewajiban Negara yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1952,
untuk hak pensiun tidak lagi disyaratkanmasa kerja 10 tahun seluruhnya sebagai pegawai
negeri, tetapi cukup dengan meiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10
tahun dalam kedudukan apapun.
Pasal 10
Untuk mempercepat pemberian/pembayaran pensiun maka :
a. Departemen-departemen/ Lembaga-lembaga Pemerintah/Negara harus segera mulai
menyusun Daftar Riwayat Pekerjaan para pegawai yang ada dalam administrasi
masing-masing terutama Daftar Riwayat Pekerjaan mereka yang berusia 50 (lima
puluh) tahun keatas.
36
b. Harus diusahakan masing-masing Departemen/ Lembaga Pemerintah/ Negara agar
jauh sebelum masa peremajaan sudah tersedia bahan-bahan keterangan yang sah
mengenai usia/tanggal lahir, masa kerja pensiun serta nama, tanggal kelahiran
isteri/anak-anak pegawai.
Pasal 11
Besarnya pensiun pegawai sebulkan ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari gaji pokok, dengan maksud agar pegawai, apabila dipensiunkan tidak
mengalami kemunduran penghasilan yang terlampau besar.
Dalam rangka pembentukan dana pensiun, maka dengan Peraturan Pemerintah
termaksud dalam pasal 2 huruf a Undang-undang ini, dapat ditetapkan prosentaseprosentase
yang lebih tinggi dari pada yang ditetapkan dalam pasal ini.
Pasal 12
(1) Berdasarkan ketentuan pasal 7 Undang-undang ini, Kepala Kantor Urusan Pegawai
menetapkan pemberian pensiun pegawai dalam waktu paling 1 (satu) bulan setelah
menerima salinan Surat Keputusan/Pemberitahuan dari pejabat yang berhak
memberhentikan pegawai negeri yang bersangkutan tentang pemberhentian dengan
hormat seorang pegawai negeri, tanpa menunggu surat permintaan pensiun dari
yang berkepentingan apabila pada Kantor Urusan Pegawai telah berkumpul:
a. Daftar Riwayat Pekerjaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b. Daftar Susunan Keluarga yang disahkan oleh yang berwajib, dan
37
c. Surat keterangan dari pegawai yang bersangkutan bahwa semua surat-surat baik
yang asli maupun turunan milik Negara telah diserahkan kembali kepada yang
berwajib.
(2) Pejabat yang berhak memberhentikan pegawai berkewajiban untuk dalam waktu
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum saat pemberhentian dengan hormat
sebagai pegawai negeri dengan hak pensiun :
a. Menetapkan Surat Keputusan tentang pemberhentian yang bersangkutan dan
menyampaikan salinannya kepada Kantor Urusan Pegawai;
b. Menyampaikan kepada Kepala Kantor Urusan Pegawai, Daftar Riwayat Pekerjaan
yang memuat juga tempat/tanggal kelahiran c.q. usia pegawai yang bersangkutan
yang ditanda tangani oleh pejabat yang berhak serta Daftar Susunan Keluarga
yang disahkan oleh yang berwajib yang memuat nama, tanggal kelahiran dan
alamat, isteri/suami dan anak-anaknya.
Pasal 13 s/d pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
38
Menurut ketentuan dalam pasal ini pensiun pegawai harus dibatalkan jika penerima
pensiun yang bersangkutan diangkat lagi sebagai pegawai negeri, termasuk anggota ABRI
karena pada azasnya Pemerintah untuk selanjutnya tidak lagi menghendaki kemungkinan
pemberian lebih dari satu macam pensiun pegawai ataupun pensiun janda kepada bekas
pegawai negeri atau isteri/anaknya.
Ketentuan dalam pasal ini dengan sendirinya tidak berlaku lagi bagi pegawai
pensiunan yang dipekerjakan kembali dalam suatu jabatan negeri dengan diberi gaji
bulanan/harian disamping pensiun.
Dalam hal tersebut pada pasal 15 ayat (2) kepada pegawai yang bersangkutan
diberikan pensiun menurut perhitungan yang lebih menguntungkan.
Pasal 16
Cukup jelas. Periksa Penjelasan Umum
Pasal 17
Ayat (1). Periksa Penjelasan Umum.
Ayat (2). Ketentuan tentang batasan minimum sebesar 75 % dari gaji pokok terendah
hanya berlaku bagi pensiun janda (36 %) dan tidak berlaku untuk baagian-bagian pensiun
janda termaksud pada ayat (1).
Ayat (3). Ketentuan pada ayat (3) menghapuskan ketentuan-ketentuan dalam
peraturan lama Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1952, tentang pemberian pensiun
39
kepada janda dan tunjangan kepada anak yatim/piatu pegawai negeri sipil dan Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 1954, tentang pemberian tunjangan istimewa keluarganya
pegawai yang tewas.
Ketentuan dalam ayat (3) pasal ini berlaku juga bagi calon pegawai dan pensiunan
yang dipekerjakan kembali sebagai pegawai bulanan apabila ia tewas.
Dalam rangka pembentukan dana pensiun, maka dengan Peraturan Pemerintah
termaksud dalam pasal 2 huruf a Undang-undang ini, dapat ditetapkan prosentaseprosentase
yang lebih tinggi dari pada yang ditetapkan dalam pasal ini.
Pasal 18
Ayat (1). Huruf b : Dengan satu bagian pensiun janda dimaksud bagian pensiun janda
yang seharusnya diberikan kepada ibu dari golongan anak (anakanak)
yang bersangkutan
Ayat (4). Berdasarkan ketentuan pada ayat ini. Dalam hal janda/duda penerima
pensiunmeninggal dunia dan mempunyai anak (anak-anak) yang berhak diberikan
pensiun, maka pensiun janda/duda diberikan langsung kepada anak (anak-anak) itu, tanpa
memerlukan penetapan surat keputusan pensiun baru.
Pasal 19
Pendaftaran suami/isteri/anak sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda
perlu diadakan untuk menjamin hak mereka, memudahkan tata usaha, serta pula untuk
mempercepat penjelasan pemberian pensiun.
40
Pasal 20
Surat permintaan untuk mendapat pensiun-janda/duda ini harus disertai surat
keterangan dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan yang
menyatakan bahwa orang tua yang bersangkutan adalah orang tua kandung atau, dalam
hal orang tua kandung telah meninggal dunia, orang tua yang secara sah telah
mengangkat sebagai anak angkat yang bersangkutan.
Pasal 21 s/d pasal 22.
Cukup jelas
Pasal 23
Ketentuan pada pasal ini merupakan salah satu usaha untuk memperlancar
penyelesaian pemberian pensiun.
Pasal 24 s/d pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda yang diberikan kepada janda/duda
menurut ketentuan ayat (1) pasal 28 tidak dibatalkan juka janda/duda masih mempunyai
anak.
41
Pasal 29
Ayat (1). Huruf b : Yang dimaksud dengan keputusan pejabat /badan Negara yang
berwenang dalam pasal 29 ayat (1) huruf b, ialah keputusan Badan
Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan/atau Keputusan Presiden
/Pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) huruf e
dan f, Undang-undang Pokok Kepegawaian.
Ayat (2). Dalam haal keputusan pemberian pensiun dicabut, termaksud pada ayat (2) pasal
ini, maka pensiun yang telah dibayarkan harus ditagih kembali.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi penerima pensiun terhadap
praktek pemberian pinjaman uang dengan memungut bunga yang tinggi.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
42
Hal yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ialah jika pegawai yang bersangkutan,
pada waktu diangkat menjadi pegawai negeri, mempunyai anak (anak-anak) sedang
ibunya telah meninggal dunia atau diceraikan.
Ketentuan pada ayat tersebut merupakan penyimpangan dari pasal 19 ayat (4) huruf a
yang menentukan, bahwa anak yang dapat didaftar untuk hak atas pensiun, adalah hanya
anak (anak-anak) dari isteri ( isteri-isteri) /suami yang terdaftar.
Pasal 34
Besarnya pensiun pegawai sebulan untuk tiap-tiap tahun masa kerjaa telah dipertinggi
dari 1,6 % menurut peraturan lama menjadi 2,5 % menurut pasal 11 ayat (1) Undangundang
ini.
Begitu pula minimum pensiun pegawai yang menurut peraturan lama berjumlah 50 %
telah ditetapkan dalam Undang-undang ini menjadi 75 %.
Ini berarti, bahwa besarnya pensiun pegawai dan maksimum pensiun pegawai
menurut Undang-undang telah dipertinggi dengan 150 % jika dibanddingkan dengan
besarnya pensiun pegawai dan maksimumpensiun pegawai menurut peraturan lama.
Oleh karena itu maka pensiun pegawai yang ditetapkan bedasarkan peraturan lama
dipandang perlu dinaikkan besarnya dengan 150 %.
Kenaikan sebesar 150 % bagi pensiun pegawai termaksud diatas sudah selayaknya
diberikan pula bagi pensiun janda dan tunjangan anak yatim/piatu yang ditetapkan
menurut peraturan lama.
43
Dalam rangka pembentukan Dana Pensiun termaksud pasal 2 huruf a, dan apabila
keadaan keuangan Negara mengizinkan maka dengan Peraturan Pemerintah dapat
ditentukan prosentase-prosentase yang lebih tinggi dari yang ditentukan dalam pasal ini
Pasal 35
Cukup jelas.
( Termasuk Lembaran-Negara tahun 1969 No.42)


Aksi

Information

Satu tanggapan

27 06 2011
merakjat

wah perlu ngikuti lagi,..

Tinggalkan komentar